Senin, 29 Desember 2008

Pendidikan dalam Kontrovesi UU BHP


Rizaul Insan1

…apa guna kita memiliki sekian ratus ribu alumni sekolah yang cerdas, tetapi massa rakyat di biarkan bodoh? Segeralah kaum sekolah itu pasti akan menjadi penjajah rakyat dengan modal kepintaran mereka

(Y.B. Mangunwijaya)

Pendidikan adalah proses transformasi nila-nilai, norma-norma, budaya, social, ekonomil dan politik untuk menjawab segala permasalahan baik untuk diri sendiri ataupun kehidupa social, dan mampu menemikan hipotesa-hipotesa baru untuk menjawab situasi objektif bukan lahan lapitalisasi, leberaliasi, komersiakisasi, atau lahan bisnis karena semua itu akan menghilangkan kehumanisasianya

Terkait pengesahan undang-undang badan hukum pendidikan (UU BHP) oleh pemerintah pada tanggal 17 kemarin seakan memberi sinyal bahaya sekaligus ancaman serius bagi sektor pendidikan Dalam isinya tersirat jelas bahwa, pemerintah seolah-olah melepaskan beban tanggung jawabnya dalam bentuk pencabutan subsidi di dunia pendidikan yang telah diatur pada UUD 1945 pasal 31, 4. Kondisi kritis ini mendorong kampus untuk mendapatkan biaya guna membiayai dana operasional kampus untuk mengganti subsidi pemerintah dengan cara menaikkan SPP dan berbacam pungutan liar yang akan merugikan peserta didik. dan akibat dari pencabutan subsidi pendidikan menyebabkan universitas yang kuran memiliki popularitas baik negri ataupun swasta terancam gulung tikar, hingga saat ini belum ada antisipasi pihak pemerintah kemana mahasiswa universitas-universitas yang gulung tikar.

UU BHP ini merupakan UU yang melanggar pembukaan UUD 1945 "mencerdaskan kehidupan bangsa" karena UU BHP akan semakin membuka lebar pintu komersialisasi pendidikan. ketika pendidikan sudah masuk pada arus perdagangan maka pendidian tersebut bukan lagi berbicara mutu dan kualitas didirikannya lembaga pendidikan melainkan untung dan ruginya para investor yang menanamkan modal dilembaga tersebut. Sehingga mahasiswa akan semakin tidak memiliki prospek yang jelas ketika dia lulus, karena mahasiswa hanya menjadi penjalan modal para investor untuk mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya didunia pendidikan.

UU BHP mengisaratkan pemerintah hanya bertanggung jawab 2/3% terhadap lembaga pendidikan perguruan tinggi, sedangakan Esensi dasar dari sebuah pendidikan adalah memanusiakan manusia yang artinya adalah bagaimana nilai-nilai kemanusian itu akan tumbuh dan di asah sehingga menjadi manusia yang sejati, maka sangat jelas bahwa UU BHP akan menjauhkan pendidikan dengan esensi dasarnya karena yang jelas dengan UU BPH tersebut lembaga pendidikan akan lebih asyik bersaing dengan lembaga yag lain dari pada mementingkan kapasitas peserta didiknya. Bersaing dalam artian bagaimana mendapat popularitas ditengah-tengah mata para pengusaha-pengusaha agar pengusaha itu bisa bekerjasama dilembaga pendidikan tersebut. Sehingga makin tinggi dan megahnya gedung-gedung lembaga pendidikan dinegri ini namun makin tinggi pula angka pengangguran dari kalangan sarjana, gedung-gedung tersebut berubah menjadi tempat gaya hidup para tunas-tunas bangsa sehingga setelah mereka lulus, mereka hanya menjadi tumpukan pemuda yang terpaksa hidup dijalan atau hanya menjadi buruh murah dipabrik-pabrik, karena ilmu yang meraka dapatkan adalah ilmu yang sulit diabdikan pada rakyat melainkan kepada para kapitalis

Dari data 2008, 100% dari tunas bangsa, yang mampu mengakses perguruan tinggi hanya 10%, terdiri dari 7% dari anak pegusaha dan 3% dari anak yang paling mayoritas dinegri ini, yakni anak kaum petani dan buruh. Artinya UU BHP ini akan menambah anak dari kaum buruh dan tani yang tidak mampu mengakses pendidikan. UU BHP ini jelas tidak memihak pada rakyat Indonesia, karena BHP ini akan menambah tunas-tunas bangsa yang kehuilangan bangku pendidikannya, lagi-lagi karena pendidikan akan semakin mahal sehingga mempersermpit tunas bangsa dari anak buruh dan tani untuk mengaksesnya. Maka, jelas sekali kalau UU BHP adalah UU pembodohan bagi rakyat Indonesia. Hal ini merupakan sebuah noda hitam bagi dunia pendidikan

anggapan bahwa dengan BHP biaya pendidikan akan turun adalah sesuatu hal yang mustahil, karena kita ketahui bahwa arus komersialisasi dalam dunia pendiikan sangan heboh sekali, jadi sangat tidak rasional kalau dengan BHP biaya pendidikan akan turun karena itu sangat bertentangangan sistem modal, tapi kalau kuwalitas dan mutu sebuah lembaga peradaban (pendidikan) akan turun itu adalah keniscayaan yang akan terjadi akibat UU BHP tersebut.

Oleh karena itu pemerintah seharusnya mampu melihat situasi objektif rakayatnya sendiri. Kalaupun UU BHP dianggap kendaraan untuk penyelenggaraan pendidikan sangat didambakan maka kenapa kemudian ditigkatan mahasisiwa banyak yang menolak? Artinya disini ada masalah antara UU BHP dengan aplikasinya. Karena bagaimanapun juga mahasiswa adalah pelaksana dari UU BHP tersebut sehingga mahasiswalah yang lebih merasakan dampak langsungnya dan DPR bukanlah mahasiswa. Apalagi yang dijadikan patokan BHP adalah institusi yang dikenal pada empat universitas BHMN (UI, ITB, IPB, dan UGM). Apakah bukan Suatu hal yang mustahil?.

Maka sebuah kaharusan bagi pemerintah untuk segera mengadakan uji materi terhadap UU BHP tersebut. Aksi demonstrasi yang dilakukan dikampus UIN Sunan Kalijaga oleh mahasiswa dari sembilan kampus di jokjakarta sabtu tanggal 20 desember kemarin dan beberapa aksi mahasiswa diseruh indoneia seharusnya ditanggapi lebih serius oleh birokrat pendidikan. Pemerintah harus lebih bijaksan, jangan hanya melihat dari pada anarkisnya aksi tersebut yang terpenting adalah tuntutanya sebelum ada aksi-aksi yang lain, karena tidak akan ada aksi demonstrasi tanpa ada tuntun yang dipenjuangakannya.


Tidak ada komentar: