Selasa, 31 Maret 2009

PHK MENJADI MIMPI BURUK bagi BURUH

Indonesia sebagai Negara berkembang menglami suatu tren dalam proses pembangunan yaitu industrialisasi segala bidang, ditambah lagi sumberdaya alam yang ada di Indonesia menjadikan industri semakin pesat. Industri ini juag sangat mempangaruhi perputaran ekonoml bangsa, baik pajak dari industri, lapangan pekerjaan ataupu sector-sektor yang lainnya. Namun perindustrian ini juga banyak menimbul banyak masalah baru, yaitu, masalah ketenaga kerjaan dan perburuhan. Buruh selalu menjadi korban dari perilaku dan kebijakan pengusaha selaku pemilik modal (industri). Padahal pada hakekatnya, antara buruh dan pengusaha merupakan bagian yang tidak bias terpisahkan dalam hubungan industri. Mesin-mesin produksi yang dimiliki pengusaha hanya akan menjadi rongsokan besi tua yang tidak berguna apabla tidak ada buru yang menggunakanya. Pada tanggal 10 februari Dampak krisis finansial global yang berimbas pada sektor riil mulai dirasakan. Setidaknya ini dapat diamati pada gencarnya perusahaan-perusahaan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pada sejumlah karyawan. PHK dianggap solusi di saat perusahaan menghadapi penurunan permintaan sebagai imbas lemahnya daya beli konsumen. Bila permintaan berkurang, wajar bila perusahaan mengurangi jumlah tenaga kerja yang disesuaikan dengan berkurangnya permintaan produk. Namun di sisi lain, PHK akan menambah angka pengangguran 2009 Dalam realitas rakyat Indonesia, untuk kelas buruh misalnya terbitnya PB4 Mentari, hakekatnya justru membawa semakin jauh kedalam penghisapan, mentari tenaga kerja dan transmigrasi mengaakan bahwa SKB adalah tindakan untuk mencegah PHK dengan melakukan penyusuaian upah khususnya untuk industri padat karya. Artinya dengan dalih daripada terjadi PHK lebih baik ada penyesuain upah, dan buruh dipaksa untuk menerimanya. Padahal dalam kehidupan sehari-hari saja buruh sudah mengalami banyak persoalan dengan aanya kebijakan upah murah, sekarang buruh harus dihadapkan pada kebijakan pemerintah yang lebih berpihak pada pengusaha denagn memaksa buruh menyepakati PB4 Mentri yang jelas-jelas aakan semakin memangkas penghidupan buruh. Sedangkan dalam pekerjaan buruh justru akan terekspolitasi dengan intensfitas pekerjaan ang semakin tinggi, kemudian pewrusahaan akan semakin suka menerapkan system kerja kontrak dan outsoucrching karena denga begitu perusahaan punya alas an untuk tidak memberikan tunjanagn kesejahtraan bagi kehidupan buruh. Selain itu pada kenyataannya, PHK bagi buruh pun tetap saja terjadi, pada blan September 2008 diperkirakan 3000 buruh dari industri tekstil yang di PHK, dan angka itu sampai sekarang semakin bertambah. Data tentang PHK di Indonesia Dampak krisis keuangan global tidak bisa dibendung lagi. Dampak yang paling bisa dirasakan adalah pemutusan kerja di beberapa perusahaan yang terkenal selama ini cukup bonafid. Hal ini terjadi juga di Indonesia. Bahkan para pengamat mengatakan penganguran akan semakin bertambah. Hal ini tentunya membawa dampak sosial yang tidak mudah yang bisa menimbulkan gejolak. Belum lagi jumlah pengganguran di dunia yang jumlahnya lebih dari 190 juta jiwa. Krisis ekonomi global telah menyebabkan 31.660 pekerja di Indonesia terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), dan 24.817 pekerja lainnya memiliki resiko besar akan segera di-PHK Data dari Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi menunjukkan, sampai tanggal 27 Februari, sebanyak 37.905 buruh terkena PHK akibat kolapsnya sejumlah industri. Ini belum termasuk 16.329 buruh yang dirumahkan karena pabrik tidak lagi optimal dalam produksi (Kompas, 6/3). Dan di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, dari catatan Dinas Tenaga Kerja, Sosial, dan Keluarga Berencana (Disnakersos KB) Sleman, jumlah perusahaan yang melakukan PHK hingga saat ini tercatat sebanyak 37. Adapun jumlah tenaga kerja yang terkena PHK mencapai 533 orang. Wakil Ketua Umum Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Mathias Tambing di Jakarta, Jumlah (26 Desember 2008), mengatakan, 30 persen dari 5,1 juta anggota SPSI terancam PHK. Jumlah ini tak jauh berbeda dengan prediksi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) yang memperkirakan 1,5 juta pekerja bakal terkena PHK tahun 2009. -Dari PHK kepangangguran Gelombang PHK di kelas buruh kian hari terus bertambah ditengah-tengah kehancuran system kapitalis saat ini, sementara kita ketahui bahwa tingkat pengangguran masih tinggi di indonesia Maka akan jelas kalau PHK selalu bertambah terhadap kelas buruh akan menimbun tupukan gunung pengangguran dalam kondisi kehidupan yang serba melarat-melarat ini. Menurut BPS, pada Februari 2007 jumlah pengangguran terbuka mencapai 10,55 juta atau 9,75 persen dari jumlah angkatan kerja Indonesia Posisi pemerintah dalam penaganan PHK nyaris tidak ada, justru pemerintah lebih asik melihat tumpukan manusia yang kehilangan hak kesejahtraan mereka. Bahkan Beberapa regulasi yang dikuarkan pemerintah tidak ada satupu yang mencerminkan bahwa pemerintah mencintai rakyatnya. Yang ada adalah mencintai pengusahanya. Dampak social dari PHK PHK selalu menjadi mimpi buruk bagi kelas buruh Sedangkan bekeraja meruakan syarat yang pokok untuk bisa makan. Kondisi buruh sekarang sangat memperhatinkan, selain mereka akan berhadapan dengan upah yang murah juga harus bersiap diri menjadi pengangguran karena PHK. Sementara sampai skarang pemerintah tidak memiliki program yang jelas bagi mereka yang terkena PHK. Kondisi seperti ini merupakan suatu kondisi yang akan mealahirkan tatanan kehidupan social yang menggetirkan. Ketika pengaguran semakin bertumpuk maka bukan tidak mungkin angka kriminalitas akan bertamabah juga, karena orang hidup butuh makan. Apabila sasaran kerjanya yang sah sudah tidak ada maka sasaran kerja yang tidak sah pun akan dia kerjakan demi memenuhi kebutuhannya sebagai oaring yang hidup. Dengan menumpuknya orang yang menganggur karena di PHK ini justru akan membuka lebar bagi pengusaha untuk melakukan dehumanisasi, orang yang nganggur akan siap dibayar murah, kerjaan yang lebih dan perlakuan yang seenaknya dari pengusaha, karena orang yang menganggur hanya memiliki orientasai bekerja untuk makan saja dari pada mengenggur. Artinya eksploitasi terhadap pekerja produktif akan merajela, dan bahkan nilai moralitas kian hari akan semakin menurun karena bagai manapun juga hidup bukan sebatas moral tetapi adalah membutuhkan makan. Penutup Oleh karena itu, seharusnya pengusaha dan pemerinta lebih memperhatiak kondisi objektif dan nasib buruh. Tetapi pada kenyataannya, pengusaha hanya beroriantasi pada keuntungan pribadi dan sering melupakan dan melanggar hak-hak demokratis buruh, baik hak tenbtang upaha, tunjangan, cuti dan lain sebagainya. Seharusnya dalam kondisi seperti ini pemerintah harus berperaan aktif dala menangani masalah yang dihadapi buruh. Ancaman Pemutusan hubungan Kerja (PHK) selalu menghantui kehidupan buruh bahnkan selalu menjadi mimpi buruk bagi kelas buruh, apalagi dengan adanya system outsidching dan kerja kontrak. Menghadapi masalah sperti ini, pemerintahlah yang menjadi harapan akhi bagi kelas buruh untuk membela hak-haknya mereka bukan malah mengeluarkan kebijakan yang mendukung ketidak adilan yang dilakukan oleh pengusaha. Salah satu contoh regulasi tersebut adalah keluanya UU No. 13 Tahun2003 tentang ketenaga kerjaan yang memperkuat ligitimasi untuk memarjinalkan hak-hak buruh.

Tidak ada komentar: